Vientiane, Ibu Kota Tenang dengan Kuil-Kuil dan Monumen Bersejarah

Wisata96 views

Ada ibu kota yang terasa seperti ruang tunggu bandara yang selalu sibuk. Ada juga ibu kota yang justru terasa seperti kota kecil di pinggir sungai, pelan, hangat, dan tidak terburu buru. Vientiane, ibu kota Laos, termasuk tipe kedua. Di sini, gedung pemerintahan, kuil kuno, kafe kecil, dan sungai raksasa bernama Mekong hidup berdampingan dengan cara yang santai.

Sebagai travel vlogger yang terbiasa dengan ibu kota bising, Vientiane rasanya seperti tombol jeda. Jalanan memang ramai, tetapi tidak membuat kepala pening. Ada cukup ruang untuk bernapas, cukup waktu untuk berhenti, dan cukup sudut tenang untuk sekadar duduk menatap sungai.

“Vientiane mengingatkanku bahwa tidak semua ibu kota harus berlari. Ada yang memilih berjalan pelan, sambil mengajakmu memperhatikan detail yang sering terlewat.”

Jejak Sejarah dan Wajah Kota Hari Ini

Vientiane pernah menjadi pusat Kerajaan Lan Xang, menjadi kota penting di masa kolonial, dan sekarang berdiri sebagai ibu kota negara kecil yang terus melangkah ke depan tanpa melupakan kuil kuil dan tradisinya.

Kota Kecil dengan Langkah Pelan

Secara ukuran, Vientiane tidak sebesar ibu kota negara lain di Asia Tenggara. Jalan rayanya tidak terlalu lebar, gedung tingginya tidak terlalu banyak, dan kepadatan orangnya masih terasa manusiawi.

Hal itu membuatmu mudah jatuh suka. Kamu bisa menjelajah banyak spot utama dengan kombinasi jalan kaki, naik tuk tuk, atau menyewa sepeda. Di setiap sudut, selalu ada sesuatu yang menarik untuk diperhatikan, entah itu mural kecil, kedai kopi lokal, atau biksu muda yang berjalan membawa mangkuk derma.

Antara Sungai Mekong dan Jalan Raya

Letak Vientiane yang menempel di tepi Sungai Mekong membuat suasana kota punya dua wajah. Di satu sisi, ada jalan utama dengan kantor, pasar, dan pusat perbelanjaan. Di sisi lain, ada tepian sungai yang penuh aktivitas santai, terutama menjelang sore.

Ketika matahari mulai turun, banyak warga dan wisatawan yang bergerak ke arah sungai. Ada yang jogging, bersepeda, bermain bola, atau hanya duduk di bangku sambil melihat langit berubah warna.

Pha That Luang, Jantung Spiritual Laos

Jika harus memilih satu bangunan yang paling mewakili Vientiane dan Laos secara keseluruhan, banyak orang akan menyebut Pha That Luang. Stupa besar berwarna emas ini bukan hanya indah, tetapi juga penuh makna bagi warga Laos.

Stupa Emas yang Jadi Simbol Bangsa

Begitu mendekati kompleks Pha That Luang, mata akan langsung tertuju pada stupa utama yang menjulang, dilapisi warna emas yang berkilau ketika terkena cahaya matahari. Bentuknya bertingkat, dikelilingi deretan stupa kecil di sekelilingnya.

Bagi umat Buddha di Laos, Pha That Luang adalah salah satu tempat paling suci. Konon, di dalamnya tersimpan relik Buddha. Tidak heran jika banyak peziarah yang datang, membawa bunga, dupa, dan doa.

Sebagai pengunjung, kamu bisa berjalan pelan mengelilingi stupa, memperhatikan detail arsitektur, dan melihat bagaimana orang orang lokal beribadah dengan khusyuk.

Suasana di Sekitar Kompleks Pha That Luang

Area di sekitar Pha That Luang cukup luas. Selain stupa utama, ada kuil kuil lain, patung, dan ruang terbuka yang sering digunakan untuk kegiatan keagamaan.

Jika datang pagi hari, suasananya relatif tenang. Di sore hari, terutama menjelang acara tertentu, kawasan ini bisa menjadi lebih ramai. Namun, rasa khidmatnya tetap terasa.

“Di Pha That Luang, aku belajar untuk berjalan lebih pelan. Ada rasa hormat yang muncul otomatis ketika melihat orang orang bersujud dengan tenang di bawah stupa emas yang berkilau.”

Patuxai, Monumen Kemenangan dengan Sentuhan Lokal

Tidak jauh dari pusat kota, ada satu bangunan yang sering membuat orang teringat pada lengkungan kemenangan di Eropa, tetapi dengan dekorasi dan nuansa Laos. Namanya Patuxai, monumen kemenangan yang menjadi salah satu ikon Vientiane.

Menikmati Pemandangan Kota dari Atas

Patuxai berdiri di tengah sebuah bundaran dengan taman di sekelilingnya. Dari kejauhan, bentuknya mirip gerbang besar dengan beberapa lengkungan dan menara.

Kamu bisa naik ke atas melalui tangga di bagian dalam. Di setiap lantai, ada area kecil yang menjual suvenir dan ruang untuk beristirahat. Sesampainya di puncak, pemandangan Vientiane terhampar ke segala arah.

Dari sini, kamu bisa melihat jalur jalan utama, pepohonan, atap atap bangunan rendah, dan jika cuaca cerah, garis sungai di kejauhan. Dengan angin yang berhembus pelan, duduk beberapa menit di puncak Patuxai terasa seperti hadiah kecil setelah menaiki tangga.

Taman dan Suasana Sekitar Patuxai

Di kaki monumen, taman yang tertata rapi menjadi tempat favorit warga untuk duduk duduk di sore hari. Air mancur, bangku taman, dan jalur pejalan kaki menciptakan suasana yang ramah bagi siapa saja.

Anak anak berlari, pasangan muda berjalan sambil mengobrol, dan wisatawan sibuk mencari sudut foto terbaik. Meski menjadi ikon wisata, Patuxai tetap terasa seperti milik warga lokal.

Wat Si Saket dan Haw Phra Kaew, Kuil Klasik di Tengah Kota

Vientiane juga penuh dengan kuil, masing masing dengan karakter dan cerita sendiri. Dua di antara yang paling sering dikunjungi adalah Wat Si Saket dan Haw Phra Kaew.

Wat Si Saket, Kuil dengan Ribuan Patung Buddha

Wat Si Saket termasuk salah satu kuil tertua di Vientiane yang masih berdiri. Begitu masuk, kamu akan menemukan halaman dalam yang dikelilingi serambi. Di sepanjang dinding serambi, terdapat ratusan hingga ribuan patung Buddha kecil yang ditempatkan di lubang lubang dinding.

Suasananya tenang. Langkah kaki terasa pelan secara otomatis, suara dari luar seakan mengecil. Di beberapa sudut, biksu duduk atau berjalan dengan pakaian safron yang kontras dengan warna tembok kuil.

Berjalan mengelilingi Wat Si Saket membuatmu merasa seperti sedang menyusuri galeri spiritual, bukan hanya bangunan tua.

Haw Phra Kaew, Museum Seni Religius

Tidak jauh dari Wat Si Saket, ada Haw Phra Kaew, sebuah bangunan indah yang dulunya adalah kuil kerajaan dan kini lebih berfungsi sebagai museum seni religius.

Di dalamnya, terdapat koleksi patung, ukiran, dan benda benda keagamaan yang menceritakan sejarah spiritual Laos. Arsitekturnya sendiri sudah merupakan karya seni, dengan tangga, tiang, dan ukiran yang menarik untuk diamati.

Bagi pecinta sejarah dan seni, Haw Phra Kaew adalah tempat yang tepat untuk berhenti lebih lama.

Menyusuri Tepi Sungai Mekong

Tidak lengkap berbicara tentang Vientiane tanpa menyebut tepian Sungai Mekong. Di sinilah banyak orang menutup hari, terutama ketika matahari mulai merunduk ke arah horizon.

Sore Hari di Riverside

Di sepanjang tepian sungai, terdapat jalur pejalan kaki dan area terbuka yang luas. Sore hari, tempat ini berubah menjadi ruang publik yang sangat hidup.

Ada yang berjoging, bersepeda, latihan senam bersama, atau sekadar duduk memandang sungai. Di seberang sana, kamu bisa melihat wilayah Thailand di kejauhan.

Angin sungai membuat udara terasa lebih sejuk. Cahaya senja yang memantul di permukaan air membuat suasana makin lembut.

Pasar Malam dan Jajanan Jalanan

Saat langit mulai gelap, tenda tenda pasar malam mulai berdiri. Lampu warna warni menyala, dan aroma makanan mengambang di udara.

Di sini, kamu bisa menemukan berbagai makanan kaki lima khas Laos, mulai dari sate, sup, hingga jajanan manis. Ditambah minuman segar dan suasana ramai, kawasan ini menjadi salah satu spot favorit untuk menghabiskan malam.

“Di tepian Mekong, aku sering lupa kalau sedang berada di ibu kota. Suasananya lebih mirip kota kecil yang sedang pesta kecil kecilan setiap malam.”

Buddha Park, Taman Patung di Pinggiran Kota

Sekitar puluhan kilometer dari pusat kota, ada satu tempat yang terasa sedikit surreal, penuh patung patung religius dengan berbagai bentuk dan ukuran. Orang menyebutnya Buddha Park.

Taman Patung yang Penuh Imajinasi

Buddha Park berisi ratusan patung yang terinspirasi dari kisah kisah Buddha dan Hindu. Ada patung Buddha raksasa, dewa dewi, makhluk mitologi, dan bentuk bentuk yang seolah muncul dari mimpi seorang seniman.

Berjalan di antara patung patung ini rasanya seperti memasuki dunia lain. Setiap sudut adalah kesempatan untuk berhenti, memotret, dan bertanya tanya apa makna di balik setiap bentuk.

Perjalanan ke Buddha Park

Menuju Buddha Park bisa dilakukan dengan bus lokal, tuk tuk, atau kendaraan sewa. Perjalanan menyusuri jalanan di pinggiran kota memberi pandangan lain tentang kehidupan di luar pusat Vientiane.

Sesampainya di sana, kamu bisa menghabiskan beberapa jam untuk menjelajah, lalu kembali ke kota menjelang sore.

Ritme Sehari Hari di Vientiane

Selain kuil dan monumen, salah satu hal terbaik dari Vientiane adalah ritme hariannya. Kota ini mengajarkan cara menikmati hal hal kecil.

Pagi dengan Kopi Lao dan Sarapan Sederhana

Pagi hari, banyak kafe kecil dan kedai yang mulai membuka pintu. Kamu bisa mencoba kopi Lao yang pekat, biasanya disajikan dengan susu kental manis, ditemani roti panggang atau kue lokal.

Di sisi jalan, pedagang kecil menjual sarapan siap saji. Dari semangkok mi hingga ketan, semuanya sederhana tetapi menghangatkan perut.

Siang yang Pelan dan Sore yang Menenangkan

Siang hari, terutama ketika matahari cukup terik, kota terasa melambat. Ini waktu yang pas untuk berada di dalam kuil, museum, atau kafe yang sejuk.

Menjelang sore, kehidupan kembali bergerak lebih aktif. Orang orang mulai keluar, jalanan di sekitar sungai dan monumen menjadi lebih hidup, dan suara tawa terdengar di berbagai sudut.

“Yang kusukai dari Vientiane adalah caranya memberi ruang bagi keheningan dan keramaian dalam satu hari yang sama. Pagi untuk merenung, sore untuk berbaur.”

Estimasi Biaya Wisata Sehari di Vientiane

Untuk kamu yang suka merencanakan perjalanan dengan rapi, Vientiane termasuk destinasi yang cukup bersahabat untuk dompet, terutama jika kamu terbiasa dengan gaya perjalanan sederhana.

Perkiraan Biaya Harian

Berikut gambaran kasar biaya satu hari menjelajah Vientiane, tidak termasuk tiket pesawat menuju Laos.

KebutuhanEstimasi Biaya (Rp)Keterangan
Penginapan kelas budget per malam250.000 hingga 450.000Guesthouse atau hotel sederhana
Makan tiga kali sehari120.000 hingga 250.000Kombinasi warung lokal dan jajanan kaki lima
Transport lokal (tuk tuk, bus)50.000 hingga 120.000Tergantung frekuensi dan jarak
Tiket masuk kuil dan monumen40.000 hingga 120.000Kombinasi beberapa lokasi dalam satu hari
Ngopi atau nongkrong di kafe30.000 hingga 70.000Satu hingga dua kali mampir
Jajanan malam di tepian Mekong30.000 hingga 70.000Camilan dan minuman
Dana cadangan dan suvenir kecil50.000 hingga 150.000Magnet kulkas, kartu pos, atau kerajinan sederhana

Dengan perhitungan ini, satu hari di Vientiane bisa dinikmati dengan kisaran 520.000 hingga sekitar 1.200.000 rupiah per orang, tergantung pilihan penginapan dan gaya makan.

Cara Menghemat Tanpa Mengurangi Pengalaman

Kamu bisa mengurangi biaya dengan memilih guesthouse bersama teman, lebih sering makan di warung lokal, dan memaksimalkan jalan kaki untuk menjelajah pusat kota.

Transport ke tempat yang lebih jauh seperti Buddha Park bisa dibagi bersama beberapa orang. Selain lebih hemat, perjalanan juga terasa lebih seru.

Tips Praktis Menjelajah Vientiane

Pilih Musim dan Waktu Kunjungan

Vientiane memiliki musim hujan dan musim kering yang cukup jelas. Musim kering biasanya lebih nyaman untuk banyak berjalan dan menikmati sore di tepi sungai.

Datanglah pagi untuk mengunjungi kuil, lalu habiskan sore di Patuxai atau tepian Mekong. Malam bisa diisi dengan menyusuri pasar malam dan berburu kuliner.

Pakaian dan Sikap

Kenakan pakaian yang sopan ketika masuk ke kuil. Biasanya, bahu dan lutut sebaiknya tertutup. Bawa juga pakaian yang nyaman dan menyerap keringat, karena cuaca cenderung hangat.

Di kuil dan monumen, jaga volume suara, hormati orang yang sedang beribadah, dan ikuti aturan yang tertera di pintu masuk.

Jangan Terburu Buru

Vientiane bukan kota yang cocok untuk itinerary super padat. Keindahannya justru keluar ketika kamu memberi waktu lebih untuk duduk, mengamati, dan ikut larut dalam ritme pelan kota.

“Di Vientiane, kamu tidak perlu mengejar terlalu banyak destinasi dalam satu hari. Satu kuil, satu monumen, satu sore di tepi sungai, dan satu malam di pasar sudah cukup untuk membuatmu jatuh hati.”

Vientiane dalam Kenangan Perjalanan

Saat akhirnya tiba waktu untuk meninggalkan Vientiane, mungkin naik bus ke kota lain atau pesawat ke negara tetangga, ada satu rasa yang sulit didefinisikan. Bukan rasa puas karena semua spot sudah dicentang, tetapi semacam rasa tenang yang pelan pelan menempel.

Yang tertinggal di kepala adalah bayangan stupa emas Pha That Luang di bawah langit biru, langkah kecil di jalan menuju Wat Si Saket, pemandangan kota dari puncak Patuxai, dan senja oranye di atas Sungai Mekong.

Sebagai travel vlogger, aku selalu merasa Vientiane adalah tempat yang cocok untuk rehat sejenak dari kebiasaan mengejar konten. Di sini, kamu diajak untuk lebih banyak merasakan daripada sekadar memotret.

Jika suatu hari kamu ingin merasakan ibu kota yang tidak berteriak, datanglah ke Vientiane. Biar kota ini yang bercerita pelan pelan, lewat suara gamelan dari kuil, tawa di pasar malam, dan desir angin sungai yang menepuk lembut wajahmu di tepi Mekong.